Sunday, January 18, 2009

Musik Kolintang


Luar Negeri Mengagumi
Harmoni Musik Pukul Kayu
Bila kita menyebut wilayah Sulawesi Utara, banyak orang mungkin hanya mengetahui tentang wisata laut yang indah di Bunaken. Atau bubur Manado, makanan khas yang sudah merambah ke seluruh wilayah Indonesia.
Tapi mungkin banyak orang yang lupa atau tidak memperhatikan lagi tentang alat musik khas Sulawesi Utara yakni Kolintang. Alat musik dari kayu lokal yang ringan namun kuat ini aslinya berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara, dan sudah dikenal sejak puluhan tahun silam.

Permainan musik Kolintang bukanlan bersifat individual. Alat musik ini minimal harus dimainkan oleh enam orang dengan fungsi masing-masing. Misalnya memegang melodi, gitar, ukulele, banjo, dan bas.
Sejarahnya, alat musik ini ditemukan oleh seorang pria asal Minahasa yang bernama Lintang. Nama kolintang berasal dari suara tong (nada rendah), ting (nada tinggi), dan tang (nada biasa).
Kolintang biasa dimainkan untuk mengisi berbagai acara, seperti pesta pernikahan, penyambutan, peresmian, pengucapan syukur, keagamaan, dan pada acara pertandingan. Hingga kini, masih banyak pewaris-pewaris budaya yang terus melestarikan Kolintang. Bahkan hingga ke sekolah-sekolah, banyak dipelajari cara memainkan alat musik Kolintang.
Masih banyak perajin alat musik Kolintang di Sulut, bahkan asli orang Sulut yang sudah bermukim di daerah lain. Untuk membuat Kolintang, kita harus mengenali jenis kayu dan menentukan kayu tertentu untuk not atau tangga lagu tertentu pula.
Satu set kolintang biasanya dibutuhkan waktu antara tiga pekan hingga satu bulan.
Satu set alat musik kolintang, terdiri dari sembilan jenis alat musik, mulai dari melodi, penggiring hingga celo dan bass serta dijual dengan harga Rp 25,25 juta. Penutup kolintang dijual Rp 150.000, pemukul kolintang satu set Rp 500.000 dan stan partitur kolintang per satuan seharga Rp 150.000. Namun harga tersebut bukan standar secara keseluruhan penjualan, karena harga tergantung kualitas dan banyaknya alat musik.



Dan yang bagus untuk musik kolintang adalah kayu waru gunung dan cempaka. Kayu dengan bentuk yang pendek akan menghasilkan tangga lagu yang tinggi. Sebaliknya, kayu yang panjang akan menghasilkan tangga lagu (not) yang rendah.
Pada awalnya, Kolintang sempat dilarang dimainkan pada masa penjajahan Belanda. Sebabnya Kolintang digunakan untuk mengiringi upacara ritual pemujaan arwah leluhur oleh masyarakat setempat.
Seiring dengan waktu, ternyata Kolintang tidak hanya digemari di Sulut, tapi juga di daerah lain termasuk di Jawa. Sambutan publik terhadap kehadiran kolintang yang diiringi gitar, ukulele, dan string bas ini ternyata luar biasa. Bahkan, kolintang saat itu sempat menjadi salah satu media kampanye.
Selanjutnya, Kolintang terus berkembang. Di mana tidak sedikti kelompok musik yang sudah pentas melanglang ke berbagai negara di dunia, seperti Singapura, Australia, Belanda dan sekitarnya hingga Jerman, Amerika Serikat, dan Inggris. Kolintang juga sempat tampil di Swiss, Denmark, Swedia, dan Norwegia.
Di era 1990-an, Kolintang sangat populer bagi masyarakat di dalam negeri maupun luar negeri. Pembuat Kolintang pun mulai menjamur.
Pemesanan dari luar negeri terus mengalir, antara lain dari Australia, China, Korea Selatan, Hong Kong, Swiss, Kanada, Jerman, Belanda, dan Amerika Serikat. Hampir semua kedutaan besar Indonesia di dunia mengoleksi alat musik kolintang buatannya. Juga Twilite Orchestra pimpinan Addie MS memercayakan penggunaan alat musik kolintang dalam konser yang menggunakan alat musik kolintang.
Kini, alat musik Kolintang banyak digunakan dalam berbagai pagelaran di dalam maupun luar negeri. Selain harmoni dari berbagai nada yang terdengar indah, lantunan suara Kolintang juga mampu memukau orang yang mendengarnya. Bahkan Luar Negeri pun hingga kini masih menganggumi harmoni musik pukul kayu ini. (Andrian Novery Copy Right ©2000 Suara Karya Online
Powered by Hanoman-i

No comments:

Post a Comment