Sunday, November 23, 2008

Seni Langen Mandra Wanara

Seni pertunjukan
LANGEN MANDRA WANARA
Di KABUPATEN BANTUL

Kebudayaan dapat hidup dan berkembang seiring dengan irama kehidupan masyarakat pendukungnya. Kebudayaan merupakan warisan leluhur yang harus selalu dibina, dipelihara dan dikembangkan. Kesenian merupakan salah satu hasil dari kebudayaan dalam perkembangannya akan dapat mewujudkan ciri dan karateristik suatu bangsa. Salah satu wujud dari sebuah aktivitas budaya, kesenian terbentuk dari ide-ide dan gagasan. Sedangkan kesenian dapat dibagi dalam beberapa cabang antara lain, Seni Tari, Seni Rupa, Seni Drama, Seni Musik dan cabang seni lainnya. Seni Pertunjukan Langen Mandra Wanara yang tumbuh dan berkembang di Di sekitar DI Yogyakarta adalah bagian dari cabang-cabang seni tersebut.
Langen Mandra Wanara merupakan sebuah seni tradisi yang hidup dan berkembang atas partisipasi masyarakat sebagai pemangku keseniannya. Langen Mandra Wanara berasal dari bahasa Jawa yaitu Langen yang berarti bersenang-senang, Mandra yang berarti banyak dan Wanara yang berarti Kera. Jadi Langen Mandra Wanara dapat diartikan sebuah seni pertunjukan yang banyak menggunakan peran kera.
Di tinjau dari sejarahnya Langen Mandra Wanara merupakan sebuah produk kesenian hasil dari pengembangan kesenian Srandul dan Langendriya. Kedua jenis kesenian tersebut mempunyai pola budaya yang berlainan sehingga keduanya memiliki ciri dan sifat yang berbeda. Langen Mandra Wanara mempunyai fungsi sebagai sarana hiburan dan media penerangan bagi masyarakat. Bentuk awal Langen Mandra Wanara berasal dari pengembangan kesenian Srandul dan Langendriya, kesenian Langen Mandra Wanara masih mencerminkan ciri-ciri dari kedua kesenian tersebut. Srandul sebagai asal mula kesenian ini dan Langendriya sebagai pola dan konsep dasar penggarapannya.
Menurut W. Sastrowiyono, Langen Mandra Wanara diciptakan oleh almarhum K.P.H. Yudanegara III yang kemudian menjadi K.P.H.A. Danureja VII, Patih di Kasultanan Yogyakarta pada sekitar tahun 1890. Awal kemunculan Langen Mandra Wanara pada saat itu mendapat sambutan yang cukup baik di masyarakat.
Keistimewaan dari Langen Mandra Wanara adalah gerak tarinya dilakukan dengan berjongkok. Hal ini sengaja diciptakan untuk membedakan dengan bentuk tarian yang ada pada kesenian Wayang Orang. Langen Mandra Wanara dalam pementasannya mengambil cerita dari serat Ramayana. Unsur tari dalam seni pertunjukan ini sangat dominan meskipun dialog juga digunakan.
Musik iringan untuk pertunjukan Langen Mandra Wanara menggunakan seperangkat gamelan dengan Sinden dan seorang Dalang. Gerak tari dalam Seni Pertunjukan Langen Mandra Wanara sangat dominan sehingga keberadaan gamelan mutlak diperlukan. Selain untuk pembentukan suasana pertunjukan, gamelan juga berfungsi memberi aksen/tekanan dalam mengiringi gerakan yang dilakukan oleh para penari. Dalang berperan sebagai pemimpin dan pengatur jalannya pertunjukan. Sedangkan urutan penyajian Langen Mandra Wanara dari awal hingga berakhirnya pertunjukan terangkum dalam Serat Kandha. Serat Kandha menjadi pegangan seorang dalang dalam memimpin jalannya pertunjukan. Isi dari Serat Kandha tersebut adalah
1. Pembagian lakon dalam jejeran.
2. Keluar masuknya pemain dalam arena pertunjukan.
3. Gendhing yang digunakan.
4. Dialog yang digunakan.
Iringan pertunjukan Langen Mandra Wanara juga menggunakan jenis lagu rambangan. Menurut Wasisto Surjodiningrat, rambangan adalah tembang macapat yang diiringi oleh gamelan. Rambangan ini mengambil dari jenis lagu/tembang macapat yang diolah dan dimungkinkan untuk menjadi jenis lagu rambangan. Tembang macapat terikat oleh guru lagu dan guru wilangan. Setiap jenis tembang macapat mempunyai ciri dan watak yang berbeda-beda. Sehingga dalam memilih lagu untuk dialog harus menyesuaikan dengan watak dan karakter dari masing-masing tembang macapat tersebut. Untuk melagukan macapat, rambangan disajikan dengan irama bebas namun masih dalam lingkungan karawitan.
Pamurba irama pada karawitan adalah Kendang dan diperjelas oleh iringan kethuk, kenong, kempul dan gong ageng pada singgetan-singgetan tertentu ditandai dengan aba-aba dari kendang. Tabuhan kenong dan kempul berfungsi sebagai pengantar dan penuntun nada. Setiap gatra ageng diperjelas dengan singgetan gong suwukan dan setiap akhir pada ditandai dengan suara gong gedhe. Awalnya iringan Langen Mandra Wanara menggunakan laras slendro, namun dalam perkembangannya juga menggunakan laras pelog baik laras pelog patet nem, lima maupun laras pelog patet barang.

No comments:

Post a Comment